Ada ungkapan bahwa “kesempatan hanya datang
satu kali” mungkin itu adalah suatu kebenaran. Dan kenyataannya, kita
meyakini bahwa kesempatan itu memang hanya datang sekali dalam
kehidupan kita. Berlawanan dengan kamus Oxford yang menyatakan bahwa
kesempatan (opportunity) adalah a favorable time or set of circumstances for doing something, melihat dari terjemahan ini seperti kita dapat mengasumsikan bahwa kesempatan itu dapat direncanakan dan diatur “set of circumstances”.
Bagi sebagian bahkan
mayoritas orang kehilangan kesempatan adalah suatu kekecewaan yang
mendalam. Tapi apakah pernah terpikir oleh kita bahwa kesempatan yang
ada tersebut tidak datang secara tiba-tiba, tanpa ada usaha. Kerja
keras (strive) dan usaha (effort) adalah bagian dari penciptaan kesempatan.
Tidak jarang orang menciptakan kesempatan dengan menggunakan prioritas (setting of priority) dengan membuat kategorisasi usaha, maksud dan tujuan, output
dan lain-lain, misalnya memprioritaskan pendidikan. Biar bagaimanapun
juga pendidikan turut andil dan mempermudah dalam pencapaian tujuan
kita. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka logikanya semakin
efektif dan efisien pola berpikirnya. Pendidikan akan sangat membantu
membuka tabir logika, intuisi, dan pengalaman. Membuat pola pikir kita
lebih terstruktur, sistematis, dan mungkin idealis.
Manusia memiliki kemampuan untuk membandingkan (compare), membedakan (differentiate) dan mengukur (measure)
usaha yang telah/ sedang dilakukan dengan usaha yang sedang
direncanakan. Seberapa efisien dan efektif usaha yang telah, sedang,
dan akan dilakukan? Set of circumstances ini kita klasifikasikan menjadi bermacam-macam setting/ penetapan, antara lain:
Set of goal
(penetapan tujuan). Dulu waktu kita masih kecil, kita sering ditanya
“Apa cita-cita kamu ketika kamu dewasa?” jawabnya ada yang ingin jadi
dokter, astronot, pilot dan lain-lain. Inilah awal mula kita memikirkan
tujuan yang hendak kita capai, berdasarkan keinginan-keinginan,
cita-cita, dan harapan di masa depan. Perkara di masa depan kita tidak
dapat mencapai apa yang menjadi cita-cita, harapan, dan keinginan di
masa lalu. Itu tidak jadi masalah, karena perjalanan untuk mencapai
tujuan tersebut pasti ada perubahan-perubahan kondisional yang tidak
dapat diramalkan sebelumnya. Tentu, keadaan ini harus tetap kita sikapi
dengan pikiran positif, bukan negatif. Biar bagaimanapun juga, takdir
Allah swt memang sudah tersurat di lauful mahfud yang tidak dapat
dirubah oleh siapapun. Manusia hanya bisa berusaha, Allah juga yang
menentukan.
Jangan berhenti
mengharapkan karunia Allah swt, ini harus menjadi pedoman kita semua.
Pada hakekatnya hidup ini adalah bagian dari perjalanan yang harus kita
lalui, untuk akhir (akhirat) yang baik. Kebaikan-kebaikan yang kita
tanam hari ini akan berbuah di masa mendatang, kalau kita tidak
merasakan buah kebaikan di dunia, kita akan merasakannya di akherat
nanti. “Kebaikan dan keburukan sebesar biji sawi akan mendapatkan
balasannya”, maka tanamlah yang baik, maka kamu akan memanen yang baik.
Set of priority
(penetapan prioritas). Setelah kita menentukan tujuan, kita akan
membuat prioritas dari semua kegiatan/ kebutuhan, karena pada dasarnya
“jika terdapat banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, maka mulailah dari
yang terpenting dan mendesak” (Imam Syafi’i ra.). Kalau pada masa
pendidikan (alias masa sekolah) prioritas kita adalah pendidikan.
Setelah pendidikan selesai, mungkin keputusan untuk memilih/ mencari
pekerjaan yang sesuai disiplin ilmu. Setelah secara financial
tercukupi, misal rumah, mobil, tentu kita akan mempertimbangkan
kebutuhan lain seperti menikah yang akan menjadi prioritas berikutnya.
Penentuan prioritas ini akan berlangsung terus selagi manusia masih
memiliki keinginan, harapan, cita-cita yang ingin diraih. Dengan kata
lain, selagi manusia masih hidup, akan terus berkembang semua
permintaannya.
Set of time (penetapan waktu). Target-target waktu yang kita tentukan (deadline). Penentuan waktu dipastikan sebagai batasan (limit)
terhadap tujuan yang ingin dicapai, misal ingin lulus kuliah (S1) pada
umur 24 tahun. Ambil S2 usia 26 tahun, atau ingin menikah pada usia 25
tahun dan seterusnya. Deadline juga akan berkembang sesuai dengan keinginan (wish),
permintaan, harapan dan cita-cita orang tersebut. Pada prinsipnya,
manusia makhluk yang serakah, karena setiap permintaan yang dikabulkan
oleh Allah swt, pasti masih ada permintaan lain yang belum diberi dan
yang pasti ingin dipenuhi. Terus demikian hingga akhir hayat manusia.
Set of activity
(penetapan aktivitas). Serangkaian aktivitas yang akan kita lakukan.
Dalam mencapai tujuan tidak hanya bermodalkan keinginan, harapan, atau
hanya sekedar bercita-cita belaka. Tetapi juga harus diimbangi dengan
aktivitas penunjang, misal ingin lulus S1 pada usia 24 tahun, tentu
harus diimbangi dengan semangat belajar tinggi, tidak sampai DO (Drop Out), dan usaha lain sebagainya. Aktivitas ini menunjukkan usaha keras (strive) dan perjuangan, pengorbanan (sacrifice) untuk meraih tujuan.
Keinginan kita ingin
dicapai dengan usaha seminimal mungkin—prinsip ekonomi klasik. Tetapi
teori terkini menyatakan hasil maksimal dengan usaha minimal tidak lagi
relevan. Untuk suatu kepuasan tertentu pasti akan pengorbanan tertentu
yang pasti kalau bicara kepuasan maksimal, juga harus diimbangi dengan
pengorbanan maksimal. Input sepadan dengan output-nya.
Set of religious service (penetapan ibadah). Last but not least
kegiatan peribadatan yang akan kita lakukan untuk mengiringi usaha.
Tentu, kita kembali pada prinsip ikhtiar (usaha) dan tawakkal (berserah
diri pada Allah swt). Tawakkal itu ada ketika orang sudah melakukan
serangkaian kegiatan (ikhtiar) untuk mencapai tujuan. Bukan sebaliknya,
bertawakkal tanpa ada usaha ini adalah kesalahan dalam memaknai
tawakkal. Jangan meremehkan keberadaan Tuhan di sisi kita, apalagi
sampai mengabaikannya, meninggalkannya demi urusan dunia. “Allah
meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki.
Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia
itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang
sedikit)” (Ar Rad:26).
Banyak yang
mencapai keberhasilan terkadang lupa akan kehadiran Allah swt. Dan
rata-rata hancur karena kesombongannya sendiri. Entah dihancurkan
dengan kematian, reputasi yang buruk, maupun diberi penderitaan. Itulah
kenapa ibadah baik bersifat ritual, maupun muamalah akan sangat berguna
membantu memperbaiki keburukan yang sengaja atau tidak sengaja kita
lakukan di masa lalu, masa sekarang atau masa depan. Meminta ampun dan
mensyukuri setiap karunia Allah swt itu juga bagian dari ibadah, yang
pasti akan meringankan setiap beban pekerjaan, dan beban kehidupan lain.
Paling penting dari serangkaian ibadah ini adalah mengingat Allah swt
dikala senang dan di kala susah, jangan meninggalkannya walau apapun
keadaan kita. Serangkaian kegiatan ini akan bermuara dalam kepasrahan
pada Allah swt, tempat kita berserah diri terhadap segala usaha dan
doa. Usaha dan doa sudah dilakukan, sisanya tinggal Allah swt yang akan
mengabulkan permintaan kita atau tidak, ini adalah hak prerogative Allah swt.
Kehidupan pasti ada
akhirnya, demikian juga tulisan ini berakhir dengan kesimpulan bahwa
intinya kesempatan ada karena melalui proses penciptaan (creation)
bukan datang tiba-tiba dengan sendirinya dalam kehidupan kita, tanpa
ada usaha dari orang tersebut. Dengan kata lain, kesempatan itu dapat
diciptakan. Kehilangan kesempatan yang diberikan oleh orang lain kepada
kita, ini akan sangat mengecewakan. Tetapi di sisi lain, kita bisa
mengambil ibrah (pelajaran)
dari keadaan ini, dan yang pasti seperti yang sudah dijelaskan di atas,
bahwa kesempatan itu dapat kita ciptakan, dan rencanakan, walau
penciptaan kesempatan ini ukurannya tidak sepadan dengan kesempatan
yang diberikan orang lain, jadi jangan berkecil hati. Tetap berpikiran
positif “Allah sesuai dengan prasangka umat-Nya”. Just do it.
Posted by 23:39 and have
0
comments
, Published at
No comments:
Post a Comment